Seems My Life Will Be Sweet Like In A Fairytale


Hidup manusia tidak pernah menjadi benar-benar hidup jika belum menghadapi masalah kehidupan. Itu pendapat pribadi aja sih.
Masalah yang pengen saya bahas adalah ketika harapan tidak terwujud, apa yang kita lakukan selanjutnya?

Dalam hidup, apa sih yang kita mau? Karakter orang-orang kan berbeda. Dari perbedaan karakter itu juga yang membuat perbedaan cara pandang dalam menghadapi masalah kehidupan.
Ada sebagian orang yang memiliki rencana-rencana matang untuk langkah mereka ke depannya. Ada pula sebagian orang yang super santai dalam menyiapkan diri menuju masa depan. Ada juga yang terjebak dalam keindahan sebuah dongeng.
Kali ini saya pengen membahas tipe orang yang terakhir saja.

Kenapa saya bilang, orang yang terjebak dalam manisnya dongeng?
Coba tengok di sekitarmu, adakah orang-orang yang terlalu mendambakan kisah hidupnya akan indah seperti dalam dongeng? Yah, kalaupun bukan hanya dongeng, bisa cerita-cerita lainnya. Intinya, mereka berharap kisah hidupnya sama dengan kisah hidup sebuah fiksi.
Ini yang harus diwaspadai, terutama bagi yang merasa terjebak (atau hampir terjebak).

Kita punya harapan-harapan dalam hidup. Harapan tidak akan terwujud tanpa usaha. Seperti kata salah seorang teman saya, "percuma kita punya impian segudang, tapi kalau cuma dibayangin aja tanpa usaha untuk meraihnya".
Nah, setumpuk harapan kita itu pelan-pelan terealisasi. Terealisasi di sini bukan seperti kata terwujud dalam KBBI, tapi lebih kepada deadline yang terlewat.
Mudahnya, harapan kita itu sudah masuk expired date dengan hasil: terwujud dan/atau tidak terwujud.

Masalahnya, ketika harapan itu tidak terwujud, apa yang kita lakukan selanjutnya?
Kalau buat orang yang terjebak dalam manisnya dongeng, ketika harapan mereka satu per satu tidak terwujud, mulailah fantasi yang bekerja. Mulailah mereka ingin segalanya terlihat indah seperti dongeng. Mulailah mereka berandai-andai. Kemudian, JEEENG JEEENG! Selamat datang di perkumpulan orang-orang yang terjebak dalam manisnya dongeng!
Begitulah.
Sebenarnya, imajinasi atau fantasi atau sebutan lainnya itu (dalam konteks positif) bagus buat otak kita. Kita bisa jadi lebih kreatif dalam me-recreate harapan. Seharusnya sih.
sayangnya, orang terjebak itu biasanya kemudian malas untuk me-recreate harapan mereka. Mereka cukup senang berada dalam fantasi mereka sendiri.

Akibatnya? Banyak.
Yang paling penting, biasanya orang yang terjebak itu sering lupa bersyukur sama Tuhan atas semua karunia melimpah yang Dia berikan. Yah, sudah biasa bukan, nikmat tak kasat mata itu lebih sering terlupakan daripada kesedihan sesaat?
Dari lupa bersyukur, kemudian mereka mulai malas menghadapi esok. Negative thinking mulai mempengaruhi.
Terus tentang kondisi psikis. Mereka ini cenderung lebih labil dibanding yang lain. Ketika yang lain tetap bersemangat meraih mimpi mereka yang lain, bersemangat membuat mimpi baru; orang yang terjebak ini kemudian menjadi minder dan akhirnya galau. Sedih karena "aku nggak bisa kayak begitu".
Dan lain sebagainya.

Kita suka lupa sih, pikiran itu sangat mempengaruhi kinerja kita. Ketika "aku nggak bisa begini, aku nggak bisa begitu" memenuhi pikiran, ya jadinya nggak bisa beneran.
Ketika "aku maunya kayak di dongeng ini, aku maunya kayak di novel itu" ya sudah, selesailah hidupmu.
Lupa ya? Fiksi itu biasanya perwujudan dari unrealized non fiction. Seringnya kita kebalik-balik, malah pengen mewujudkan suatu fiksi ke dalam kehidupan non fiksi kita.

Well, jangan pernah jadikan "aku orangnya kan nggak begini, nggak begitu" sebagai alasan buat nggak mau meng-upgrade diri. Masih banyak cerita hidupmu sendiri yang harus kamu selesaikan. Pilih happy endingmu sendiri, jangan nyontek dari dongeng atau fiksi lainnya.
Kita ini punya kendali atas hidup kita, percuma kan kalau acuannya pengen kayak dongeng ini dongeng itu? Kenapa nggak mencoba untuk mewujudkan mimpi kita sesuai kapasitas kita?
Hati-hati ya guys! :)

CMIIW

Comments

Popular posts from this blog

Hidup Itu Lucu

Rahasia Lain Istana Langit

Aku Diam (ketika) Aku Diam (karena)