Perempuan itu, Sang Malaikat tanpa Sayap, IBU

Hello WORLD!

Edisi spesial Hari Ibu ini, izinkan kali ini saya ingin bercerita tentang seorang perempuan hebat yang semakin hari semakin saya sayangi. Perempuan itu, sang malaikat tanpa sayap, IBU.

1. Perempuan tersabar sepanjang hampir 20 tahun hidup saya, dan akan selalu begitu.
Kenapa? Keluarga saya termasuk "harmonis" menurut pandangan orang-orang. Tapi tetap tidak dipungkiri, sebaik-baik pandangan orang terhadap suatu hal, tidak kemudian menjadikan hal tersebut benar di dalamnya. Oke, mungkin bahasa saya terlalu sulit dipahami. Gamblangnya, keluarga kami tetap keluarga yang memiliki masalah di dalamnya (dan tidak mungkin saya ceritakan di sini).
Lantas? Nah, di sinilah saya bilang Ibu adalah orang tersabar yang saya kenal. Ibu menghadapi seorang suami, seorang anak perempuan, dan seorang anak laki-laki dengan kepribadian mereka yang berbeda-beda. Dan itulah Ibu, beliau akan amat-sangat-sabar-sekali menghadapi kami dengan masalah-masalah yang membelit kami. Ibu tidak akan mengeluh dengan masalah-masalah itu. Dan saya bahagia, menjadi partner dan pendengar curhat Ibu ketika Ibu mulai merasa lelah.

(Ibu, 21 Desember 2007)

2. Perempuan tertangguh sepanjang hampir 20 tahun hidup saya, dan akan selalu begitu.
Kenapa? Ibu adalah seorang pengajar di salah satu PTN ternama di kota saya tercinta, Semarang. Ibu adalah istri dari seorang ketua RT di tempat saya tinggal. Dan Ibu tetaplah ibu rumah tangga dengan seorang suami dan 2 putra-putrinya. Ibu tidak akan mengeluh dengan banyaknya tugas yang menumpuk. Ibu selalu punya waktu buat kami, keluarganya. Tentu saja, tanpa melalaikan kewajibannya yang lain di luar sana.
Pernah suatu ketika, tugas Ibu sebagai seorang pengajar, menumpuk di rumah. Saya tahu benar, karena tumpukannya sangat mencolok di sudut rumah. Kapan Ibu mengerjakannya? Saat tengah malam, kawan! Ketika kami semua sudah terlelap. Saya memergokinya saat saya harus ke kamar mandi tengah malam. Ibu masih di ruang tengah, tertidur di antara kertas-kertas yang berserakan.
Itulah Ibu, yang tidak akan menunjukkan kelelahannya menjalani hari-hari yang pasti berat baginya.

3. Perempuan terbijak sepanjang hampir 20 tahun hidup saya, dan akan selalu begitu.
Kenapa? Saya termasuk orang yang tidak bisa dekat dengan Bapak. Saya baru tinggal bersama Bapak kurang lebih dua tahun ini, sama seperti Ibu dan Adik. Bukan karena apa-apa, tapi hanya karena Bapak bekerja di luar Jawa sejak saya lahir dan kami hanya bertemu seminggu dalam dua bulan selama 17 tahun hidup saya. Wajar bukan, jika saya belum merasa dekat dengan Bapak?
Peran Ibu-lah yang menjembatani kami. Saya dan Bapak sering "berbenturan" dalam banyak hal. Dan Ibu selalu meminta saya sabar dan menurutinya saja, karena bagaimanapun beliau-lah wali saya nantinya. Yang terpenting, beliau-lah Bapak yang kita harus taati karena Allah.


4. Perempuan tersholihah sepanjang hampir 20 tahun hidup saya, dan akan selalu begitu.
Ibu saya mungkin bukan seorang dengan jilbab besarnya, bukan seorang yang menjalankan segala macam sunnahNya, bukan seorang yang amat-sangat-baik mengajinya, bukan seorang yang super-duper-wow kehidupan Islaminya. Tapi menurut saya, penghambaan Ibu kepada Allah patut diajungi ratusan jempol. Ibu sadar sepenuhnya bahwa Allah adalah satu-satunya Tuhan yang patut disembah. Dari pemikiran itulah, Ibu berusaha sebaik-maksimalnya untuk menjalankan ibadahnya. Ibu adalah orang yang rendah hati, suka memberi, mendahulukan kepentingan orang lain dibandingkan dirinya sendiri. Saya yakin, Allah pasti tahu bagaimana usaha Ibu mendekatkan diri padaNya.

5. Perempuan terhebat sepanjang hampir 20 tahun hidup saya, dan akan selalu begitu.
Terlalu banyak kekaguman saya terhadap perempuan itu, sang malaikat tanpa sayap, Ibu. Yang saya tahu pasti, Ibu-lah perempuan terhebat saat ini, dana akan tetap seperti itu sepanjang masa.

Segala hal yang ada padamu membuat saya bangga memiliki Ibu sepertimu, sungguh. Pada akhirnya, saya hanya akan menulis permintaan maaf saya di sebuah kertas, dan berharap Ibu akan membacanya.

(22 Desember 2012, 13:26)

Ibunda tercinta, melalui tulisan ini, saya Fitri Asfari Rosyid, putrimu satu-satunya, memohon ampun sebesar-besarnya terhadap apapun kesalahan yang telah saya lakukan. Saya berjanji insya Allah akan menjadi putrimu yang lebih dan jauh lebih baik dari sebelumnya. Saya mohon ridho Allah melalui Ibu, untuk setiap kegiatan saya di luaran sana.
Ibunda tercinta, melalui tulisan ini pula, saya Fitri Asfari Rosyid, putrimu satu-satunya, berterima kasih dengan seluruh jagad raya mengiyakannya, atas seluruh jasamu yang belum pernah satupun kubalas. Pada Allah juga, saya bersyukur telah mengirimkan engkau sebagai Ibu terhebat saya.
Dari putrimu yang akan selalu mencintaimu, Fitri Asfari Rosyid
(Saya dan Ibu, 16 Juni 2012)

Comments

Popular posts from this blog

Hidup Itu Lucu

Rahasia Lain Istana Langit

Aku Diam (ketika) Aku Diam (karena)