Indera Kelelawar Lebih Peka di Malam Hari

Ternyata bukan hanya kelelawar saja yang lebih hidup di malam hari.
Ini kisah tentang dia,
dia dan malam sunyinya yang menemani.

Dia punya banyak peti kenangan. Layaknya sebuah peti kayu, dibuat dari kayu jati yang kuat atau sekedar kayu yang tersenggol sedikit saja lalu pecah.
Malam ini dia tak sengaja membuka sebuah peti kenangannya. Rasanya seperti terseret paksa ke dalam kubangan kenangan bermusim lalu. Dia terpekur. Menyadari betapa rapuhnya petinya, serapuh hatinya akan kenangan itu.

Maka, bermusim lalu itu diceritakan dia telah menemukan lelaki idealnya. Tampan menjadi nilai tambahnya. Dia telah jatuh cinta pada hati lelakinya, saat itu.

Begitu saja. Sederhana.

Tetapi karena dia telah menemukan lelaki idealnya di usia sangat belia, untuk melupakannya mungkin butuh berabad lamanya. Ah, anggaplah itu berlebihan.
Meski usia hubungan mereka hanya seumur ilalang. Layaknya ilalang, begitu mulai tinggi, akan segera ditebas. Begitu kisah asmara mereka.

Setelah terpekur, mengingat kenangannya yang satu itu, dia tersenyum kemudian. Menutup peti kenangannya lalu kembali ke peraduan malamnya.
Dia berusaha memejamkan mata. Tak tahulah dia bahwa matanya telah berkaca-kaca. Dia berharap sinar matahari esok pagi akan menghangatkan otaknya yang tiba-tiba beku akan kenangan indahnya.

Seperti indera kelelawar yang lebih peka di malam hari, begitupun dia.

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Hidup Itu Lucu

Rahasia Lain Istana Langit

Aku Diam (ketika) Aku Diam (karena)