Dear Diriku
The more I aged, the more I feel
like a child.
Ngga ngerti sih, padahal baru
beberapa minggu lalu officially menginjak seperempat abad. Umur yang rata-rata perempuan
jadikan patokan sebagai masa perpindahan dari perempuan tanggung menjadi
perempuan dewasa seutuhnya.
Mungkin.
Buatku sendiri, banyak pencapaian
yang ingin aku dapat di usia 25. Jelas, kan mengikuti tren kayak millenials jaman
sekarang. Dan the more the expectation, the more I disappointed about my self,
about my life, yang jalannya gitu-gitu aja.
Sampe ya, googling kesana kemari
buat mencari tau aku gila ngga sih. Aku berada pada level stres berapa sih. Aku
sebenernya orang yang kayak gimana sih. Aku pengennya apa sih. Kapan pencapaian yang
kucita-citakan terwujud sih. Semua cari di google. Search aja pake keyword “tes
kepribadian”. Bukannya malah bertanya kepada diri sendiri ya ?
Awalnya bener, pake yang 16personalities website
itu. Eh entah bener atau ngga, tapi mencoba tes online itu aja buat ngasih
gambaran ke diri sendiri: kamu tuh begini loh orangnya.
Kelanjutannya, ikutan kuis personality yang
dibikin sama media online. Lucu sih. Makanya keterusan.
Segila itu ?
Iya haha.
Emang apa sih yang aku mau ketika mencapai 25 ?
Yang jelas pekerjaan yang mapan, yang sampai saat
ini masih belum dikasih amanah sama Allah buat pegang dan ngga dilepas-lepas satu aja. Setelah dipikir dan
dirasa ulang, gara-gara kepedean dan ketidakpedean di awal. Yes, pede dan ngga
pede muncul di saat bersamaan. Pede karena, “oh yes aku kan Sarjana Teknik yang
dibutuhkan banyak perusahaan BESAR”. Selang detik kemudian, ngga pede karena,
“kelarnya 5 tahun lebih, dan selama itu kayak ngga dapet apa-apa, bisa apa
nanti pas kerja?” Padahal tes aja belum tentu diterima. Selain itu, karena
lagi-lagi harapan yang tinggi. Pengennya dapet yang gajinya banyak, buat kebutuhan tersier karena
terlanjur kenal sama produk kecantikan dan fashion yang terus berubah seiring
jalannya waktu. Yes, senaif itu. Sebodoh itu malah.
Ada lagi, pengennya dapet
kerja di kota besar, sebut saja Jakarta. Aku ngga tau kenapa tapi aku menikmati
suasana serba tergesa di Jakarta. Kayak orang-orang terpacu sama waktu demi
bisa bertahan hidup. Aneh sih emang, mungkin karena ngga benar-benar tinggal di
sana aja.
Yang kedua, lelaki. Jodoh memang di tangan Allah.
Kalo aku bilang percaya 100%, harusnya ngga ada 'tapi'nya kan ? Padahal aku
benar-benar percaya 100% kalau jodoh sudah ada milik masing-masing. Yang aku
‘tapi’-kan adalah kapan ya ini pasangan hidupku mau di-hint-kan ke aku.
Perasaan selama ini kehidupan percintaanku lempeng-lempeng aja. Iya sih lagi suka
sama seseorang, tapi hampir mustahil sama dia soalnya dianya ngga tau, udah gitu ada yang punya lagi, udah
gitu kayaknya mereka segera naik pelaminan deh. Ngga mungkin dong perasaanku ini ku
terus-teruskan ? Nah, setelah dirasa-rasa, ngga ada tuh kayaknya yang
menunjukkan ketertarikan ke aku sebagaimana laki-laki tertarik terhadap lawan
jenisnya. Ngga mungkin juga kalo itu karena akunya yang ngga peka. Emang ngga
peka sih, cuma aku ngga senaif itu sampe ngga tau ada yang memperhatikan,
seandainya ada. Berarti ngga ada kan ? Ini yang bikin, katakanlah, galau. Udah
usia 25, ketika temen-temen seperjuangan udah mulai mapan hidupnya, baik secara
ekonomi maupun perasaani, di sini masih datar-datar aja.
Selanjutnya, mimpi-mimpi kayak pengen jalan-jalan
ke luar negeri, dapet sekolah ke luar negeri. Yaa ke luar negeri berarti
intinya. Ini sih udah lama dipendam aja gitu. Semacam harapan yang
sewaktu-waktu bisa lah diwujudkan ketika situasi dan kondisinya memungkinkan.
Untuk yang satu ini aku pengen berbangga diri karena tekad hati yang bulat buat menahan diri
dari keinginan ke luar negeri (khususnya sih jalan-jalannya).
Dan mimpi-mimpi lain yang bisa juga lah ditunda.
Kayak nerbitin novel ? Atau bikin vlog ? Haha ini sih tertundanya bukan karena
belum rejeki. Lebih kepada karena diri ini malas sekali. Semakin hari semakin
malas. Semakin hari semakin berdebu otaknya ngga pernah dipake. Semakin hari semakin
dingin hatinya jadi makin ngga peka.
Haha.
Tulisan ini memang curhat. 100% curhat. Tapi bukan
untuk bikin down siapapun yang baca. Apalagi bikin down diri sendiri.
Alhamdulillah akunya sih ngga merasa depresi atau
apa gitu waktu menuliskan ini. Kecuali kekhawatiran berlebih terhadap
ekspektasi untuk diri sendiri ini termasuk dalam kategori pemicu stres, yaa
silahkan deh dibilang begitu.
Seringnya aku nulis sebegini rupa karena aku
pengen inget bahwa, “halo diriku yang malas, mari bangkit, jangan diterus-teruskan
malasnya, masa hidup mau nempel orangtua aja.”
Dan kenapa blog, karena, biar inget kalo
kemungkinan orang baca tetap ada, jadi masa mau mempermalukan diri sendiri sih.
Biar tambah semangat aja, buat diri sendiri terutama, buat yang kebetulan baca
juga boleh.
Saling membantu menyemangati kan lebih baik. Hehe.
Yeeeeees oke.
Dear diriku yang terlalu shantay. Bangun dong.
Hidup ngga semudah nggelundungin bola ngelewatin bidang miring. Hidup juga butuh
diseriusin. You have to take a big step dear girl, to be a better person, to
fulfill your high expectation about yourself. You have to beat the lazy-you. You
have to be a winner, over yourself. You know you can do it, right ? You go,
Girl !
Comments
Post a Comment